Senin, 02 Maret 2015

TODAY NEWS

Kasus Budi Gunawan Dilimpahkan, KPK Dinilai Kalah Telak

Selasa, 3 Maret 2015 | 09:46 WIB
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki bersama pimpinan KPK lain memberikan keterangan kepada wartawan terkait hasil arahan Presiden, di Kantor KPK Jakarta, Rabu (25/2/2015). Sebelumnya Presiden memanggil pimpinan KPK, Polri, dan Kejaksaan, menekankan agar sinergitas tiga instansi penegak hukum tersebut semakin ditingkatkan, penurunan ego sektoral, dan membangun kepercayaan publik.



JAKARTA, KOMPAS.com- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan bahwa keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melimpahkan kasus Komjen (Pol) Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung merupakan kekalahan telak bagi KPK. Sebab, KPK dinilai masih memiliki peluang dalam upaya hukum pascaputusan praperadilan. "Ini langkah mundur, suatu kekalahan telak bagi KPK. Padahal KPK masih berpeluang dalam pengajuan PK ke Mahkamah Agung," ujar Miko kepada Kompas.com, Senin (2/3/2015) malam.
Miko mengatakan, ditolaknya permohonan kasasi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, baru diketahui melalui ucapan lisan. Sementara, menurut Miko, belum ada ketetapan tertulis dengan dasar hukum yang tetap mengenai penolakan permohonan kasasi tersebut.
Selain itu, jika melihat dari dasar hukum, sebut Miko, KPK sebenarnya memiliki alasan cukup kuat untuk mengajukan peninjauan kembali (PK).
Hal itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2014, yang pada intinya, keputusan praperadilan dapat diajukan peninjauan kembali, apabila ditemukan suatu penyelundupan hukum.
Penyelundupan hukum yang dimaksud adalah penafsiran hakim tunggal Sarpin Rizaldi, terhadap Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Miko mengatakan, keputusan hakim Sarpin untuk menjadikan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan, dapat disebut sebagai penyelundupan hukum.
"Pelimpahan kasus ini adalah kompromi yang paling mengecewakan. Sebenarnya peluang upaya hukum bagi KPK masih cukup besar," kata Miko.
KPK melimpahkan penanganan perkara yang melibatkan Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Ini dilakukan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan bahwa penetapan status tersangka Budi oleh KPK tidak sah secara hukum. Namun, kejaksaan kemudian melimpahkan kasus itu ke Polri. (Baca: Ingin Efektif, Jaksa Agung Akan Limpahkan Kasus BG ke Polri)
Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti justru membuka peluang kasus Budi Gunawan akhirnya dihentikan penyelidikannya.
"Kalau nanti misalnya sudah masuk ke penyidikan, bisa juga di-SP3. Tapi, yang dipastikan oleh KPK dan Polri ini masih penyelidikan karena penyidikannya dibatalkan putusan praperadilan," kata Badrodin. (Baca: Dilimpahkan ke Polri, Kasus Budi Gunawan Ada Kemungkinan Dihentikan)
KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Budi lantas menggugat penetapannya sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 Sumber : Click Here


OPINI :
 Sebagai manusia kita tahu bahwa jika menuduh orang tanpa bukti yang kuat, sama saja kita yang akan dituduh atas pencemaran nama baik.Karena setiap manusia mempunyai insting/perasaan,jadi tidak ada salahnya jika kita mencurigai seseorang.Seperti halnya pada berita di atas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan status tersangka Budi oleh KPK tidak msah hukumnya.KPK kalah telak karena peluang yang dimiliki nya tidak di gunakan secara baik.
Sebenarnya PELUANG tidak kemana-mana,dia ada di depan kita,jika kita menggunakannya dengan benar maka PELUANG tersebut akan berpihak pada kita.
Demikian Opini/pendapat yang saya berikan.

Minggu, 01 Februari 2015

TODAY NEWS



Rabu, 28/01/2015 19:21 WIB

Jokowi 100 Hari

Kemilau Jokowi Pudar Sebelum 100 Hari

Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews

 


Jakarta - Pertama kalinya dalam sejarah peristiwa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia disambut meriah oleh rakyat pada 20 Oktober 2014 lalu. Usai dilantik di gedung MPR/DPR Jakarta, lautan rakyat dengan suka cita 'mengarak' Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dari Jembatan Semanggi sampai Istana Negara.

Hari itu warga diperbolehkan masuk Istana untuk lebih dekat dengan Presiden Ke-7 Indonesia tersebut. Tak cukup dengan pawai, Presiden Jokowi juga menyapa warga di seluruh Indonesia melalui teleconference.

Selepas petang, mantan Gubernur Jakarta itu menyapa pendukung yang sebagian besar adalah kalangan relawan yang giat mengkampanyekannya tanpa pamrih di lapangan Monumen Nasional. Rakyat bergembira menyambut Presiden ke-2 yang terpilih secara langsung itu.

Kini tak ada lagi pesta. Pemerintahan Presiden Jokowi memasuki usia seratus hari. Sayangnya menjelang seratus hari usia pemerintahan Jokowi, terjadi konflik antara Kepolisian RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi yang memicu rasa kecewa mantan para relawannya.

Perseteruan dipicu oleh langkah Jokowi yang mengajukan nama Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian RI. Nama Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu santer disebut terkait dengan kepemilikan rekening 'gendut'.

Setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, muncul aksi 'perlawanan'. Penyidik Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri yang dipimpin pejabat baru Irjen Budi Waseso menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Perseteruan antara Polri dengan KPK pun meruncing.

Pada Minggu (25/1/2015), Presiden Joko Widodo membentuk Tim Independen untuk menyelesaikan konflik antar dua lembaga penegak hukum tersebut. Sebuah fakta diungkap oleh tim yang beranggotakan sembilan tokoh antikorupsi tersebut.Ketua Tim 9 Syafi'i Ma'arif mengatakan ada partai politik yang 'merecoki' Presiden Jokowi. Salah satunya dengan ngotot mengajukan nama Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri.

Syafi'i menyebut saat ini Presiden Jokowi terbebani oleh persoalan Komjen Budi Gunawan. Sayangnya beban tersebut bukan berasal dari lawan politik, melainkan dari partai pengusung.

"Umumnya dari partailah. Saya ndak bisa menyebut partainya. Memang berat ini. Pak Jokowi ini diusung partai, tapi dia bukan tokoh partai. Saran saya dia kan dipilih rakyat, jadi utamakan rakyat," kata Syafi'i.

Soal tekanan partai politik ke Jokowi bukan kali ini aja diungkap. Kiprah kepemimpinan Presiden Jokowi yang dinilai tidak independen juga menjadi sorotan media asing. Salah satunya The New York Times yang menyebut sosok Jokowi mulai kehilangan kilaunya akibat tekanan dari parpol.

Dalam artikel yang ditulis koresponden The New York Times Joe Cochrane berjudul 'For Indonesians, President’s Political Outsider Status Loses Its Luster', dijabarkan berbagai kebijakan dan keputusan Presiden Jokowi yang justru merusak citranya sendiri.

Artikel yang terbit di edisi cetak Minggu 18 Januari 2015 dan menjadi pembicaraan di twitter Jumat (23/1/2015), sosok Jokowi disebut sebagai 'political outsider' yang menjanjikan pemerintahan yang merakyat atau 'people-centric politics' ketika dia terpilih menjadi Presiden RI.

Sumber : klik disini

OPINI :

Sosok Jokowi adalah orang yang suka memperhatikan rakyatnya dan pemerintah, Dia selalu menyapa sebagian kalangan relawan yang mendukung Dia.Semenjak Jokowi menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian RI banyak melakukan aksi Perlawanan.Hal itu membuat sebagian rakyat menjadi tidak suka pada Jokowi.
Dalam Artikel koresponden The New York Times Joe Cochrane yang berjudul ' For Indonesians ' ,  President’s Political Outsider Status Loses Its Luster', dijabarkan berbagai kebijakan dan keputusan Presiden Jokowi yang justru merusak citranya sendiri.